Friday, 8 March 2013

Makalah Geografi Regional Pulau Jawa

BAB II
ISI


A.      Fisiografis
Pulau Jawa memiliki kemiripan dengan pulau Sumatera yang dihubungkan oleh selat sunda, sehingga fisiografisnya mengikuti fisiografi Dataran Sunda Tengah. Geologi Pulau Jawa terutama disusun oleh sistem pegunungan tersier muda sekitar dataran sunda, bentuknya seperti Sumatera, yaitu merupakan bagian dari Sistem Pegunungan Sunda. Jawa memiliki luas 127.000 Km2 sehingga total luas Pulau Jawa ±4 kali luas Belanda. Pulau Jawa memiliki panjang 1.000 Km dan Madura 160 Km.
Unsur struktur utama Pulau Jawa memiliki geantiklin Jawa Selatan yang menyebar sepanjang pantai selatan, setengah dari Pulau Jawa dan geosiklin Jawa Utara yang menempati setengah Pulau Jawa di utara. Melalui semarang kea rah timur cekungan geosiklin ini semakin melebar, membentuk percabangan. Percabangan ke arah utara ini menempati perbukitan Rembang dan Madura, serta percabangan kearah selatan terdiri dari Punggungan dan Selat Madura.

Fisiografi dan struktur di Pulau Jawa dibedakan menjadi empat bagian, sebagai berikut :
1.      Jawa Barat dan Banten (Sebelah Barat Cirebon)
2.      Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang)
3.      Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya)
4.      Fisiografi Lekukan Jawa Timur dengan Selat Madura dan pulau Madura

Pulau Jawa memiliki sifat fisiografi yang khas, dan hal ini disebabkan karena beberapa keadaan. Satu di antaranya adalah iklim tropis, disamping itu ciri-ciri geografisnya disebabkan karena merupakan geosinklinal muda dan jalur orogenesa dengan banyak vulkanisme yang kuat. Karena kekuatan inilah mengakibatkan Pulau Jawa berbentuk memanjang dan sempit.
Perubahannya dalam bagian-bagian tertentu sepanjang dan searah dengan panjangnya pulau, dari tepi satu ke tepi yang lainnya. Sifat relief yang disebabkan oleh iklim tropis sudah diketahui dan dipetakan di Indonesia. Curah hujan yang besar dan temperatur yang tinggi menyebabkan pelapukan yang cepat dan intensif, juga denudasi, gejala yang mengikuti adalah erosi vertikal.


          1.         Proses pembentukan Pulau Jawa
a.       Pengaruh gerak lempeng

Ketika kala kapur hingga oligosen tengah diperkirakan busur vulkanis terbentuk di laut jawa dan satu busur vulkanis terbentuk di daratan Pulau Jawa. Busur non vulkanis diperkirakan berumur eosen, tersusun oleh fragmen kerak bumi yang tertimbun pada jalur subduksi dan mengandung kwarsa. Antar busur vulkanis dan non vulkanis terdapat cekungan busur luar yang relatif dalam, terletak di sekitar pantai utara Jawa. Akhir miosen dan oligosen terjadi perubahan tegas yaitu jalur subduksi bergeser ke selatan.
Busur vulkanis diperkirakan di pantai selatan Jawa sekarang. Gunung api muncul di dasar laut membentuk deretan gunung api. Aktifitas vulkanik ini merupakan tahap pertama pembentukan Pulau Jawa. Satu busur gunung api dengan laut dangkal yang luas sampai Kalimantan (sampai pliosen tengah). Busur dalam bergerak ke utara hingga pantai utara jawa, laut dangkal mengalami pengangkatan membentuk daratan sehingga sedimen marin muncul ke atas permukaan laut. Akhir pliosen diperkirakan Pulau Jawa sering tenggelam yang muncul hanya perbukitan di bagian selatan Jawa.

b.      Pengaruh Iklim

Sebelumnya pada zaman tersier iklim wilayah Indonesia merupakan iklim tropis lembab dengan suhu rata-rata pertahun lebih tinggi dari sekarang. Pengaruh iklim tersebut berpengaruh pada proses pelapukan, erosi, abrasi, dan gerak masa batuan, yang sangat menentukan bentukan geomorfologis dan pembentukan tanah.

Fisiografi Jawa pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga zona pokok memanjang sepanjang pulau, walaupun banyak yang tidak utuh. Ketiga zona ini sangat berbeda karakteristiknya baik di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Di bagian tengah dari pulau dan lingkungan bagian yang paling barat jalur dari zona-zona tersebut nampaknya kurang jelas, menunjukan adanya perubahan-perubahan.

          2.         Zona fisiografi Jawa
Digolongkan sebagai berikut :

a.       Zona selatan,

Kurang lebih berupa plato, berlereng (miring) ke arah selatan menuju Laut Hindia dan di sebelah utara berbentuk tebing patahan. Kadang zona ini begitu terkikis sehingga kehilangan bentuk platonya. Di Jawa tengah bagian dari zona ini telah ditempati oleh dataran aluvial.

Dari sudut geologinya, di zona selatan ini lapisan yang lebih tua terdiri dari endapan vulkanis yang tebal (breksi tua) dan bahan-bahan endapan (seperti tanah anulatus) yang terlipat pada waktu periode miosen tengah. Di bagian selatan zona ini mengalami lipatan sedikit saja, tetapi lipatan ini menjadi lebih kuat dekat batas sebelah utara. Daerah ini merupakan daerah peralihan ke zona tengah. Bagian ini ditutupi secara tidak selaras (unconform) oleh bahan-bahan yang tidak terlepas dari miosen atas.

Di banyak tempat lapisan ini telah dipengaruhi gerakan miring (tilted). Dibeberapa tempat dasar (alas/bed) miosen atas ini terdiri dari batuan kapur yang mempunyai pengaruh yang sangat nyata pada topografi. Endapan yang lebih muda dari miosen muda mungkin pleistosen tua hampir tidak ada.

b.      Zona tengah,

Di Jawa Timur dan sebagian dari Jawa Barat merupakan depresi. Ditempat-tempat tersebut muncul kelompok gunung berapi yang besar. Di Jawa Tengah sebagian dari zona tengah ditempati oleh rangkaian pegunungan serayu selatan, berbatasan disebelah utaranya dengan depresi yang lebih kecil, lembah serayu. Juga di bagian paling barat daerah Banten ditempati oleh bukit-bukit dan pegunungan.

Seperti di Jawa Timur zona ini ditempati oleh depresi yang diisi oleh endapan vulkanik muda. Sifat geologisnya hanya dapat dilihat dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Gerakan orogenesa miosen tengah dan miosen muda sangat kuat (terkuat) di zona ini dan sering menyebabkan lipatan menjungkir atau membentuk struktur yang menjorok menyebabkan batuan tertier juga lapangan pretertier tertutup. (Pegunungan Jiwo, daerah Lekulo di Jawa Tengah, Pegunungan Raja Mandala, Lembah Cimandiri dan Banten bagian selatan).

c.       Zona utara,

Terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan dan diselingi oleh beberapa gunung-gunung api. Dan ini biasanya berbatasan dengan dataran aluvial.

          3.         Laut di Pulau Jawa

Laut Jawa adalah perairan dangkal dengan luas kira-kira 310.000 km2 diantara Pulau Kalimantan, Jawa, Sumatera, dan Sulawesi di gugusan kepulauan Indonesia. Laut ini relatif muda, terbentuk pada Zaman Es terakhir (sekitar 12.000 tahun SM) ketika dua sistem sungai bersatu. Di barat lautnya, Selat Karimata yang menghubungkannya dengan Laut China Selatan. Di bagian barat daya, laut ini terhubung ke samudra Indonesia melalui selat Sunda. Pada masa lalu, Selat Karimata dan Laut Jawa ini dikenal pula sebagai Laut Sunda

Perikanan adalah kegiatan ekonomi penting di Laut Jawa. Ada 3000 lebih spesies kehidupan laut jawa di daerah ini. Laut jawa khususnya di bagian barat memiliki cadangan minyak bumi dan gas alam yang dapat di eksploitasi.

Dalam sejarah Perang Dunia II, Laut Jawa merupakan lokasi naas bagi pasukan sekutu. Pada bulan Februari dan Maret 1942, angkatan Laut Belanda, Britania, Australia, dan Amerika Serikat nyaris dihancurkan serangan Jepang.
          4.         Sungai dan danau

Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain.

Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.

Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai(DAS).
Perlu juga dikemukakan bahwa sodetan sungai kini telah tergolong sebagai alternatif yang primitif jika ditinjau dari konsep ekohidrologi, serta tidak selaras dengan kesepakatan dunia pada KTT Bumi (Earth Summit) di Johannesburg bulan September 2002 yang mengklasifikasikan sodetan sungai (river diversion) sebagai pembangunan yang tidak berkelanjutan.

          5.         Sumber daya alam

Sumber daya alam tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Umumnya di setiap daerah selalu tersedia sumber daya alam yang dapat diperbarui tetapi ada daerah yang terbatas memiliki sumber daya alam yang tak dapat diperbarui.

a.       Berikut beberapa daerah yang menonjol miliki sumber daya alam yang dapat diperbarui :
1)      Daerah penghasil beras utama terdapat di Pulau Jawa.
2)      Daerah penghasil jagung terdapat di Pulau Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.
3)      Daerah penghasil tanaman perkebunan berupa kelapa sawit terdapat di daerah Sumatera Utara,   Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Jambi, Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Barat.
4)      Daerah peternakan sapi terdapat di Lembang (Jawa Barat) serta Malang dan Grati (Jawa Timur).

b.      Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui:
1)      Tambang asbes terdapat di : Kuningan : Jawa Barat
2)      Aspal juga dihasilkan oleh Permigan Wonokromo, Jawa timur, sebagai hasil pengolahan minyak bumi.
3)      Belerang , digunakan sebagai bahan obat patek dan korek api. Tambang belerang terdapat di gunung Patuha ( Jawa Barat ) dan Gunung Welirang ( Jawa Timur ).
4)      Tambang bijih besi terdapat di :
a)      Cilacap (pasir besi) : Jawa Tengah
b)      Cilegon : Banten
5)      Tambang emas dan perak di cikotok jawa barat
Adapun hasil bumi yang terdapat di Pulau Jawa yaitu :
a)      Di Jawa barat terdapat batu bara, belerang, bijih besi, emas, perak, fosfat, mangan, tembaga, semen, dan teras.
b)      Di banten terdapat bijih besi dengan pengolahan di cilegon.
c)       Di jawa tengah terdapat belerang, bijih besi, fosfat, mangan, minyak bumi, pasir kuarsa, tembaga, teras, dan yodium.
d)      Di jawa timur terdapat yodium, semen, pasir kuarsa, minyak bumi, marmer, garam, belerang, dan aspal.
e)      Di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat mangan, granit, dan marmer.

B.      Sosiografis

Jumlah penduduk di Pulau Jawa, Menurut publikasi BPS pada bulan Agustus 2010, jimlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus ini adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.508 bejenis kelamin laki-laki dan 118.048.783 berjenis perempuan. Jumlah tersebut terbesar keseluruhan pulau indonesia, secara rinci prosentase penduduk indonesia yang tinggal di pulau-pulau besar di Indonesia itu sebagai berikut : Pulau Jawa 58%, Pualu Sumatra 21%, Pualu Sulawesi 7%, Pulau Kalimantan 6%, Bali dan Nusantara 6%, Papua dan Maluku 3%. Hasil sensus penduduk 2011 memperkirakan penduduk Pulau Jawa dan Madura hampir 138 juta jiwa. Populasi itu setara dengan 58% dari total penduduk Indonesia.

          1.         Suku Jawa

Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam jumlah maupun luas penyebarannya. Mereka kerap menyebut dirinya sebagai Wong Jowo atau Tiang Jawi. Orang Jawa telah menyebar hampir ke semua pulau besar di Indonesia sejak abad ke-18. Selain menyebar di wilayah nusantara, suku Jawa pada saat itu juga sudah dibawa ke Suriname (Amerika Selatan), ke Afrika Selatan, dan ke Haiti di Lautan Teduh (Pasifik) oleh Belanda.
Menurut populasi aslinya, suku Jawa menempati wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun di luar wilayah itu, sebagian provinsi Jawa Barat juga banyak suku Jawa, seperti Cirebon, Indramayu, Jakarta, dan Banten. Di wilayah Sumatra, suku Jawa paling banyak adalah di wilayah Lampung. Sisanya menyebar ke seluruh pulau besar di Indonesia.
a.       Pusat konsentrasi budaya suku Jawa

Berdasarkan pengaruh budaya sosial masyarakatnya, daerah-daerah yang menjadi konsentrasi kebudayaan suku Jawa adalah daerah Banyumas, Kedu, Madiun, Malang, Kediri, Yogyakarta, dan Surakarta. Yogyakarta dan Surakarta dianggap sebagai pusat kebudayaan Jawa yang bercorak pada kebudayaan istana (kraton). Masyarakat di sekitar pantai utara dan timur lebih dikenal sebagai orang Jawa Pesisiran.

b.      Sistem sosial masyarakat suku Jawa

Masyarakat Jawa mengenal sistem lapisan masyarakat yang nyata perbedaannya. Yaitu antara lain:
1)      Bendoro atau Bendoro Raden, yaitu golongan bangsawan keturunan raja-raja.
2)      Priyayi, yaitu para kaum terpelajar yang memang biasanya berasal dari golongan bangsawan juga.
3)      Wong cilik, yaitu golongan sosial paling bawah, seperti golongan petani di sekitar desa.

Pada kenyataannya sekarang, perbedaan tersebut kian memudar seiring dengan peradaban masyarakat yang semakin berkembang. Sistem kekerabatan masyarakat suku Jawa menganut prinsip bilateral. Kerabat-kerabat dari pihak bapak atau ibu dipanggil dengan sebutan yang sama. Misalnya Bibi untuk menyebut adik perempuan dari bapak atau dari ibu. Untuk pasangan yang baru menikah, mereka tidak akan mempersoalkan di rumah mana mereka akan menetap selagi belum mempunyai rumah sendiri. Bisa di rumah orangtua istri atau orangtua suami.

c.       Bahasa suku Jawa

Masyarakat Jawa dalam berkomunikasi satu sama lain sehari-hari menggunakan bahasa Jawa yang bertingkat-tingkat. Penggunaan bahasa pada tingkat tertentu dipengaruhi juga oleh orang Jawa dalam kelas tertentu.

Secara resmi, bahasa Jawa dibedakan atas tiga tingkatan, antara lain sebagai berikut :
1)      Bahasa ngoko, yaitu bahasa yang dipakai untuk orang yang sudah dikenal dekat dan akrab, atau dipakai untuk berbicara kepada orang yang lebih muda.
2)      Bahasa karma ( Kromo ), yaitu bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang tingkat sosialnya lebih tinggi, seperti petani berbicara kepada golongan priyayi.
3)      Bahasa madya, yaitu bahasa variasi dari penggunaan bahasa ngoko dan bahasa karma.

Di luar ketiga bahasa tersebut, dikenal dengan bahasa kedaton, yaitu bahasa yang digunakan di lingkungan keraton. Orang Jawa terkenal dengan stereotip sifatnya yang lemah lembut, sopan, dan halus. Namun masyarakat Jawa tidak suka berterus terang, tidak bersifat terbuka. Mereka lebih suka menyembunyikan perasaan mereka terhadap suatu hal. Ini dikarenakan orang suku Jawa mengutamakan keharmonisan dan tepa selira (tenggang rasa). Namun tidak semua orang suku Jawa suka menyembunyikan perasaannya. Masyarakat di daerah pesisir lebih terbuka daripada nonpesisir. Beberapa wilayah di Jawa Timur juga mempunyai sifat yang lebih ekspresif, terus terang, dan egaliter.

          2.         Suku Sunda
a.       Sejarah

Sunda sebagai nama kerajaan kiranya baru muncul pada abad ke- 8 sebagai lanjutan atau penerus kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaannya berada disekitar Bogor, sekarang. Sejarah Sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk kekuasaan kompeni Belanda sejak (1610­) dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan Mataram (sejak 1625).

b.      Deskripsi Lokasi

Secara Cultural daerah Pasundan di daerah timur dibatasi oleh sungai-sungai Cilosari dan Citanduy, yang merupakan perbatassan bahasa. Wilayah ini sendiri memiliki luas 55.390 km² serta terdiri atas 20 kabupaten. Tanah Pasundan ini dikenal karena iklimnya yang sejuk dan keindahan panoramanya. Berada di daerah dataran tinggi dengan curah hujan tinggi sehingga kesuburan tanahnya tidak diragukan lagi. Pada tahu 1998, suku Sunda berjumlah kurang lebih 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sundan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedia. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese.

c.       Dilihat dari segi  Bahasa

Bahasa Sunda juga mengenal tingkatan dalam bahasa, yaitu unda-usuk bahasa untuk membedakan golongan usia dan status sosial antara lain yaitu
1)      Bahasa Sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orangtua,orang yang dituakan atau disegani.
2)      Bahasa Sunda sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun status sosialnya.
3)      Bahasa Sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada orang yang status sosialnya lebih rendah. Namun demikian, di Serang, dan Cilegon, bahasa Banyumasan (bahasa Jawa tingkatan kasar) digunakan oleh etnik pendatang dari Jawa.

d.      Dilihat dari segi Religi

Sebagain besar masyarakat suku Sunda menganut agama Islam, namun ada pula yang beragama kristen, Hindu, Budha, dll. Mereka itu tergolong pemeluk agama yang taat, karena bagi mereka kewajiban beribadah adalah prioritas utama. Contohnya dalam menjalankan ibadah puasa, sholat lima waktu, serta berhaji bagi yang mampu. Mereka juga masih mempercayai adanya kekuatan gaib. Terdapat juga adanya upacara-upacara yang berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup, mendirikan rumah, menanam padi, dan lain-lainnya.

e.      Dilihat dari sisi Teknologi

Hasil-hasil teknologi terkini sangat mudah didapatkan seperti alat-alat yang digunakan untuk pertanian yang dasa jaman dulu masih menggunakan alat-alat tradisional, kini sekarang telah berubah menggunakan alat-alat modern, seperti traktor dan mesin penggiling padi. Disamping itu juga sudah terdapat alat-alat telekomunikasi dan barang elektronik modern.

f.        Mata Pencaharian

 Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda adalah
1)      Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet, dan kina.
2)      Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran.
3)      Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau.

Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.

g.       Organisasi Sosial

Sistem kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis keturunan kedua belah pihak orang tua. Pada saat menikah, orang Sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal tidak melanggar ketentuan agama. Setelah menikah, pengantin baru bisa tinggal ditempat kediaman istri atau suami, tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal ditempat baru atau neolokal.

h.      Sistem Pengetahuan

Fasilitas yang cukup memadai dalam bidang pengetahuan maupun informasi memudahkan masyarakat dalam memilih institusi pendidikan yang akan mereka masuki dalam berbagai jenjang. Seperti pada permulaan masa kemerdekaa di Jawa Barat terdapat 358.000 murid sekolah dasar, kemudian pada tahun 1965 bertambah menjadi 2.306.164 murid sekolah dasar. Jadi berarti mengalami kenaikan sebanyak 544%. Pada saat ini pada era ke- 20 disetiap ibukota kabupaten telah tersedia universitas-universitas, fakultas-fakultas, dan cabang-cabang universitas.

i.         Kesenian

Masyarakat Sunda begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat berbagai jenis kesenian, diantaranya seperti :
1)      Seni tari : tari topeng, tari merak, tari sisingaan dan tari jaipong.
2)      Seni suara dan musik :
a)      Degung (semacam orkestra) : menggunakan gendang, gong, saron, kecapi, dll.
b)      Salah satu lagu daerah Sunda antara lain yaitu Bubuy bulan, Es lilin, Manuk dadali, Tokecang dan Warung pojok.
3)      Wayang golek.
4)      Senjata tradisional yaitu kujang.

          3.         Suku Tengger
a.       Sejarah

Menurut mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka berasal dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putri dari Raja Brawijaya dengan Joko Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua pasang suami istri itu yaitu, “Teng” dari Roro Anteng dan “Ger” dari Joko Seger. Legenda tentang Roro Anteng dan Joko Seger yang berjanji pada Dewa untuk menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma merupakan awal mula terjadinya upacara Kasodo di Tengger. Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit.

b.      Deskripsi Lokasi

Suku bangsa Tengger berdiam disekitar kawasan di pedalaman gunung Bromo yang terletak di kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berdasarkan persebaran bahasa dan pola kehidupan sosial masyarakat, daerah persebaran suku Tengger adalah disekitar Probolinggo, Lumajang, (Ranupane kecamatan Senduro), Malang (desa Ngadas kecamatan Poncokusumo), dan Pasuruan. Sementara pusat kebudayaan aslinya adalah di sekitar pedalaman kaki gunung Bromo.

c.       Unsur-unsur Kebudayaan

1)      Bahasa
Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa pada umumnya.

2)      Pengetahuan

Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai terlihat dan maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai penggunaan mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.

3)      Teknologi

Dalam kehidupan suku Tengger, sudah mengalami teknologi komunikasi yang dibawa oleh wisatawan-wisatawan domestik maupun mancanegara sehingga cenderung menimbulkan perubahan kebudayaan. Suku Tengger tidak seperti suku-suku lain karena masyarakat Tengger tidak memiliki istana, pustaka, maupun kekayaan seni budaya tradisional. Tetapi suku Tengger sendiri juga memiliki beberapa obyek penting yaitu lonceng perungggu dan sebuah padasan di lereng bagian utara Tengger yang telah menjadi puing.

4)      Religi

Mayoritas masyarakat Tengger memeluk agama Hindu, namun agama Hindu yang dianut berbeda dengan agama Hindu di Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di masyarakat Tengger adalah Hindu Mahayana. Selain agama Hindu, agama laiin yang dipeluk adalah agama Islam, Protestan, Kristen, dll.

5)      Organisasi Sosial Perkawinan

Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anak-anak suku Tengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14 tahun. Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak berkurang dan pola perkawinannya endogami. Adat perkawinan yang diterapkan oleh siuku Tengger tidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindak sebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat menetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suami-istri bertempat tinggal di lingkungan yang baru. Untuk sementara pasangan pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungan kerabat istri.

6)      Sistem Kekerabatan

Seperti orang Jawa lainnya, orang Tengger menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yaitu garis keturunan pihak ayah dan ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak


7)      Sistem Kemasyarakatan

Masyarakat suku Tengger terdiri atas kelompok-kelompok desa yang masing-masing kelompok tersebut dipimpin oleh tetua. Dan seluruh perkampungan ini dipimpin oleh seorang kepala adat. Masyarakat suku Tengger amat percaya dan menghormati dukun di wilayah mereka dibandingkan pejabat administratif karena dukun sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Tengger.

8)      Mata Pencaharian

Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalah makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.

9)      Kesenian

Tarian khas suku Tengger adalah tari sodoran yang ditampilkan pada perayaan Karo dan Kasodo. Dari segi kebudayaan, masyarakat Tengger banyak terpengaruh dengan budaya pertanian dan pegunungan yang kental meskipun sebagian besar budaya mereka serupa dengan masyarakat Jawa umumnya, namun ada pantangan untuk memainkan wayang kulit.

10)   Nilai-nilai Budaya

Orang Tengger sangat dihormati oleh masyarakat Tengger karena mereka selalu hidup rukun, sederahana, dan jujur serta cinta damai. Orang Tenggr suka bekerja keras, ramah, dan takut berbuat jahat seperti mencuri karena mereka dibayangi adanya hukum karma apabila mencuri barang orang lain maka akan datang balasan yaitu hartanya akan hilang lebih banyak lagi. Orang Tengger dangat menghormati Dukun dan Tetua adat mereka.

          4.         Suku Osing
a.       Letak Geografis

Suku Using terletak di Jawa Timur dan kurang lebih menempati separuh dari wilayah Banyuwangi. Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur di Indonesia. Kabupaten ini terletak di wilayah ujung paling timur Pulau Jawa. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Situbondo. Sebelah timur berbatasan dengan selat Bali. Sebelah selatan berbatasan dengan samudra Hindia. Dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Jember dan kabupaten Bondowoso. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan pelabuhan Gilimanuk di Bali.

b.      Sejarah

Suku Osing adalah penduduk asli dari Banyuwangi yang telah menjadi penduduk mayoritas. Osing lahir akibat runtuhnya kerajaan Majapahit. Pada waktu itu orang-orang Majapahit mengungsi kebeberapa tempat, yaitu lereng gunung Bromo (suku Tengger), Blambangan (suku Osing) dan Bali, peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1478 M. Kerajaan yang didirikan oleh masyarakat Osing adalah kerajaan terakhir yang bercorak Hindu-Budha.

c.       Sistem Religi

Pada awal terbentuknya masyarakat Osing, kepercayaan pertama suku Osing adalah ajaran Hindu-Budha seperti halnya Majapahit. Seiring dengan berkembangnya kerajaan Islam di Pantura menyebabkan agama Islam menyebar dengan cepat dikalangan suku Osing, sehingga pada saat ini agama masyarakat Osing sebagian besar memeluk agama Islam. Selain agama Islam, masyarakat suku Osing juga masih memegang kepercayaan lain seperti Saptadharma yaitu kepercayaan yang kiblat sembayangnya berada di timur seperti orang Cina, Pamu (Purwo Ayu Mandi Utomo) yaitu kepercayaan yang masih bernafaskan Islam. Sistem religi yang ada di masyarakat Osing ada yang mengandung unsur Animisme, Dinamisme, dan Monotheisme.

d.      Bahasa

Bahasa asli suku Osing merupakan turunan langsung dari bahasa Jawa kuno, namun dialek bahasa Osing berbeda dengan bahasa Jawa. Bahasa Osing mengenal sisem ajaran yang khas yaitu kata-kata yang didahului dengan konsonan (B, D, G) serta di beri sisipan (Y), contohnya : abang menjadi abyang, abah menjadi abyah.

e.      Mata Pencaharian

Macam-macam mata pencaharian masyarakat suku Osing yaitu dengan keadaan topografi daerah Banyuwangi terutama desa Kemiren yang cukup tinggi maka macam-macam mata pencaharian di masyarakat Kemiren adalah Pegawai Negeri, ABRI, Guru, Swasta, Pedagang, Petani, Peternak, Pertukangan, Buruh Tani, Pensiunan, Nelayan, Pemulung, Buruh Biasa, dan Buruh Jasa. Macam-macam jenis hasil mata pencahariannya yaitu hasil pertanian yang terdiri dari atas padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kentang, tomat, bawang, kacang panjang, terong, timun, dan lain-lain. Selain itu juga terdapat hasil perkebunan yang terdiri atas kelapa, kopi, cengkeh, randu, mangga, durian, pisang, rambutan, pepaya, apokat, jeruk, dan blimbing. Dan ada terdapat juga hasil perindustrian yang terdiri atas tenunan, atau plismet, ukir-ukiran, dan kerajinan barang lainnya. Dalam bermata pencaharian masyarakat suku Osing terdapat teknik-teknik dalam bermata pencaharian yaitu cara kerja yang dilakukan masyarakat suku Osing yaitu seperti dalam teknik pertanian yaitu membajak, dan pembasmian hama dan teknik dalam home industri yaitu menenun, dan mengukir.

f.        Organisasi Sosial

Pola perkawinan. Masyarakat suku Osing di Banyuwangi mempunyai tradisi perkawinan yang terpengaruh gaya Jawa, Madura, Bali, bahkan pengaruh dari suku lain di luar Jawa dalam hal gaun pengantinnya. Di lingkungan masyarakat suku Osing Banyuwangi berlaku adat perkawinan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut : (1) tahap perkenalan; (2) tahap meminang; (3) tahap peresmian perkawinan. Selain dari tahap-tahap tersebut, masyarakat suku Osing Banyuwangi juga mengenal adat perkawinan yang cukup menarik, yaitu Adu Tumper dan Perang Bangkat.

g.       Kesenian

Suku Osing banyak memiliki kesenian yang unik dan sarat akan magis. Kesenian suku Osing adalah kesenian yang memiliki keaneragaman corak budaya, sebab dalam keseniannya suku Osing banyak dipengaruhi oleh Bali, akan tetapi corak keseniannya juga dipengaruhi oleh Madura dan Eropa. Kesenian suku Osing diantaranya adalah :

1)      Tarian yaitu tari gandrung door, tari jejer dawuh, tari jejer gandrung, tari sumber wangi, tari padang wulan, tari jaran goyang, tari kunthulan, tari barong, tari seblang, tari jengger, tari jaran kecak.
2)      Lagu daerah yaitu padang wulan, jejer gandrung, jaran ucul.
3)      Seni musik dan instrumen musik yaitu angklung caruk, angklung paglak, karawitan, selentem, peking, gong, ketuk, kluncing, biola, sason, saron, gamelan Osing.

h.      Sistem Pengetahuan dan Teknologi

Pengetahuan tentang alam sekitar (dongeng, legenda mitos), pengetahuan tentang flora, makanan khas, obat-obatan. Perlengkapan :
1)      Perlengkapan berlindung :
a)      Jenis rumah dan bentuk rumah : tikel balung, baresan, serocokan.
b)      Bagian dan fungsi ruangan rumah : amperan, bale,/jerungan, pawon.

2)      Perlengkapan alat mata pencaharian : teter, singkal, patuk sangkan, boding, atau parang, kilung.
3)      Alat perlengkapan rumah tangga, Alat perlengkapan dalam ritual keagamaan.
4)      Alat transportasi meliputi mobil pick up yang digunakan untuk mengangkut barang-barang dan juga orang.
5)      Senjata : pedang, keris, cundrik, tolop, tolop sengkop.

i.         Nilai Budaya

Nilai budaya yang terdapat pada suku Osing adalah menjunjung tinggi kegotong royongan, kerja bakti, arisan, silaturrahmi atau saling berkunjung dan sumbang menyumbang.

C.      Fenomena Spesifik yang Terdapat di Pulau Jawa
·         Lumpur Lapindo

Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau lebih dikenal sebagai bencana Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong,Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa tahun ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di daerah sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli lumpur keluar disebabkan karena adanya patahan, banyak tempat di sekitar Jawa Timur sampai ke Madura seperti Gunung Anyar di Madura, "gunung" lumpur juga ada di Jawa Tengah (Bleduk Kuwu). Fenomena ini sudah terjadi puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu. Jumlah lumpur di Sidoarjo yang keluar dari perut bumi sekitar 100.000 meter kubik perhari, yang tidak mungkin keluar dari lubang hasil "pemboran" selebar 30 cm.

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

Kumpulan Soal OSP Geografi

Semangat berprestasi menjadikan generasi muda Indonesia menjadi generasi yang memiliki daya saing. Untuk menularkan semangat tersebut, kali ...

Postingan Populer