ISI
A.
Fisiografis
Pulau Jawa memiliki kemiripan
dengan pulau Sumatera yang dihubungkan oleh selat sunda, sehingga
fisiografisnya mengikuti fisiografi Dataran Sunda Tengah. Geologi Pulau Jawa
terutama disusun oleh sistem pegunungan tersier muda sekitar dataran sunda,
bentuknya seperti Sumatera, yaitu merupakan bagian dari Sistem Pegunungan
Sunda. Jawa memiliki luas 127.000 Km2 sehingga total luas Pulau Jawa ±4 kali
luas Belanda. Pulau Jawa memiliki panjang 1.000 Km dan Madura 160 Km.
Unsur struktur utama Pulau Jawa
memiliki geantiklin Jawa Selatan yang menyebar sepanjang pantai selatan,
setengah dari Pulau Jawa dan geosiklin Jawa Utara yang menempati setengah Pulau
Jawa di utara. Melalui semarang kea rah timur cekungan geosiklin ini semakin
melebar, membentuk percabangan. Percabangan ke arah utara ini menempati
perbukitan Rembang dan Madura, serta percabangan kearah selatan terdiri dari
Punggungan dan Selat Madura.
Fisiografi dan struktur di Pulau
Jawa dibedakan menjadi empat bagian, sebagai berikut :
1. Jawa Barat dan Banten
(Sebelah Barat Cirebon)
2. Jawa Tengah (antara
Cirebon dan Semarang)
3. Jawa Timur (antara
Semarang dan Surabaya)
4. Fisiografi Lekukan Jawa
Timur dengan Selat Madura dan pulau Madura
Pulau Jawa memiliki sifat fisiografi
yang khas, dan hal ini disebabkan karena beberapa keadaan. Satu di antaranya
adalah iklim tropis, disamping itu ciri-ciri geografisnya disebabkan karena
merupakan geosinklinal muda dan jalur orogenesa dengan banyak vulkanisme yang
kuat. Karena kekuatan inilah mengakibatkan Pulau Jawa berbentuk memanjang dan
sempit.
Perubahannya dalam bagian-bagian
tertentu sepanjang dan searah dengan panjangnya pulau, dari tepi satu ke tepi
yang lainnya. Sifat relief yang disebabkan oleh iklim tropis sudah diketahui
dan dipetakan di Indonesia. Curah hujan yang besar dan temperatur yang tinggi
menyebabkan pelapukan yang cepat dan intensif, juga denudasi, gejala yang
mengikuti adalah erosi vertikal.
1.
Proses
pembentukan Pulau Jawa
a. Pengaruh
gerak lempeng
Ketika kala
kapur hingga oligosen tengah diperkirakan busur vulkanis terbentuk di laut jawa
dan satu busur vulkanis terbentuk di daratan Pulau Jawa. Busur non vulkanis
diperkirakan berumur eosen, tersusun oleh fragmen kerak bumi yang tertimbun
pada jalur subduksi dan mengandung kwarsa. Antar busur vulkanis dan non
vulkanis terdapat cekungan busur luar yang relatif dalam, terletak di sekitar
pantai utara Jawa. Akhir miosen dan oligosen terjadi perubahan tegas yaitu
jalur subduksi bergeser ke selatan.
Busur vulkanis
diperkirakan di pantai selatan Jawa sekarang. Gunung api muncul di dasar laut
membentuk deretan gunung api. Aktifitas vulkanik ini merupakan tahap pertama
pembentukan Pulau Jawa. Satu busur gunung api dengan laut dangkal yang luas
sampai Kalimantan (sampai pliosen tengah). Busur dalam bergerak ke utara hingga
pantai utara jawa, laut dangkal mengalami pengangkatan membentuk daratan
sehingga sedimen marin muncul ke atas permukaan laut. Akhir pliosen
diperkirakan Pulau Jawa sering tenggelam yang muncul hanya perbukitan di bagian
selatan Jawa.
b. Pengaruh
Iklim
Sebelumnya pada
zaman tersier iklim wilayah Indonesia merupakan iklim tropis lembab dengan suhu
rata-rata pertahun lebih tinggi dari sekarang. Pengaruh iklim tersebut
berpengaruh pada proses pelapukan, erosi, abrasi, dan gerak masa batuan, yang
sangat menentukan bentukan geomorfologis dan pembentukan tanah.
Fisiografi Jawa
pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga zona pokok memanjang sepanjang
pulau, walaupun banyak yang tidak utuh. Ketiga zona ini sangat berbeda
karakteristiknya baik di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Di bagian
tengah dari pulau dan lingkungan bagian yang paling barat jalur dari zona-zona
tersebut nampaknya kurang jelas, menunjukan adanya perubahan-perubahan.
2.
Zona
fisiografi Jawa
Digolongkan
sebagai berikut :
a. Zona
selatan,
Kurang lebih
berupa plato, berlereng (miring) ke arah selatan menuju Laut Hindia dan di
sebelah utara berbentuk tebing patahan. Kadang zona ini begitu terkikis
sehingga kehilangan bentuk platonya. Di Jawa tengah bagian dari zona ini telah
ditempati oleh dataran aluvial.
Dari sudut
geologinya, di zona selatan ini lapisan yang lebih tua terdiri dari endapan
vulkanis yang tebal (breksi tua) dan bahan-bahan endapan (seperti tanah
anulatus) yang terlipat pada waktu periode miosen tengah. Di bagian selatan
zona ini mengalami lipatan sedikit saja, tetapi lipatan ini menjadi lebih kuat
dekat batas sebelah utara. Daerah ini merupakan daerah peralihan ke zona
tengah. Bagian ini ditutupi secara tidak selaras (unconform) oleh bahan-bahan
yang tidak terlepas dari miosen atas.
Di banyak tempat
lapisan ini telah dipengaruhi gerakan miring (tilted). Dibeberapa tempat dasar
(alas/bed) miosen atas ini terdiri dari batuan kapur yang mempunyai pengaruh
yang sangat nyata pada topografi. Endapan yang lebih muda dari miosen muda
mungkin pleistosen tua hampir tidak ada.
b. Zona
tengah,
Di Jawa Timur
dan sebagian dari Jawa Barat merupakan depresi. Ditempat-tempat tersebut muncul
kelompok gunung berapi yang besar. Di Jawa Tengah sebagian dari zona tengah
ditempati oleh rangkaian pegunungan serayu selatan, berbatasan disebelah
utaranya dengan depresi yang lebih kecil, lembah serayu. Juga di bagian paling
barat daerah Banten ditempati oleh bukit-bukit dan pegunungan.
Seperti di Jawa
Timur zona ini ditempati oleh depresi yang diisi oleh endapan vulkanik muda.
Sifat geologisnya hanya dapat dilihat dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Gerakan
orogenesa miosen tengah dan miosen muda sangat kuat (terkuat) di zona ini dan
sering menyebabkan lipatan menjungkir atau membentuk struktur yang menjorok
menyebabkan batuan tertier juga lapangan pretertier tertutup. (Pegunungan Jiwo,
daerah Lekulo di Jawa Tengah, Pegunungan Raja Mandala, Lembah Cimandiri dan
Banten bagian selatan).
c. Zona
utara,
Terdiri dari
rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan dan
diselingi oleh beberapa gunung-gunung api. Dan ini biasanya berbatasan dengan
dataran aluvial.
3.
Laut
di Pulau Jawa
Laut Jawa adalah
perairan dangkal dengan luas kira-kira 310.000 km2 diantara Pulau Kalimantan,
Jawa, Sumatera, dan Sulawesi di gugusan kepulauan Indonesia. Laut ini relatif
muda, terbentuk pada Zaman Es terakhir (sekitar 12.000 tahun SM) ketika dua
sistem sungai bersatu. Di barat lautnya, Selat Karimata yang menghubungkannya
dengan Laut China Selatan. Di bagian barat daya, laut ini terhubung ke samudra
Indonesia melalui selat Sunda. Pada masa lalu, Selat Karimata dan Laut Jawa ini
dikenal pula sebagai Laut Sunda
Perikanan adalah
kegiatan ekonomi penting di Laut Jawa. Ada 3000 lebih spesies kehidupan laut
jawa di daerah ini. Laut jawa khususnya di bagian barat memiliki cadangan
minyak bumi dan gas alam yang dapat di eksploitasi.
Dalam sejarah
Perang Dunia II, Laut Jawa merupakan lokasi naas bagi pasukan sekutu. Pada
bulan Februari dan Maret 1942, angkatan Laut Belanda, Britania, Australia, dan
Amerika Serikat nyaris dihancurkan serangan Jepang.
4.
Sungai
dan danau
Sungai merupakan
jalan air alami. mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang
lain.
Pada beberapa
kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum
menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa
bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air
yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari
mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung
untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada
saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di
mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.
Sungai merupakan
salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul
dari presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di
beberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju.
Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.
Kemanfaatan
terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum,
sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial
untuk dijadikan objek wisata sungai. Di Indonesia saat ini terdapat 5.950
daerah aliran sungai(DAS).
Perlu juga
dikemukakan bahwa sodetan sungai kini telah tergolong sebagai alternatif yang
primitif jika ditinjau dari konsep ekohidrologi, serta tidak selaras dengan
kesepakatan dunia pada KTT Bumi (Earth Summit) di Johannesburg bulan September
2002 yang mengklasifikasikan sodetan sungai (river diversion) sebagai
pembangunan yang tidak berkelanjutan.
5.
Sumber
daya alam
Sumber daya alam
tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Umumnya di setiap daerah selalu tersedia
sumber daya alam yang dapat diperbarui tetapi ada daerah yang terbatas memiliki
sumber daya alam yang tak dapat diperbarui.
a. Berikut
beberapa daerah yang menonjol miliki sumber daya alam yang dapat diperbarui :
1)
Daerah penghasil beras utama terdapat di Pulau
Jawa.
2)
Daerah penghasil jagung terdapat di Pulau Jawa,
Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.
3)
Daerah penghasil tanaman perkebunan berupa
kelapa sawit terdapat di daerah Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Jambi,
Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Barat.
4)
Daerah peternakan sapi terdapat di Lembang (Jawa
Barat) serta Malang dan Grati (Jawa Timur).
b. Sumber
daya alam yang tidak dapat diperbarui:
1)
Tambang asbes terdapat di : Kuningan : Jawa
Barat
2)
Aspal juga dihasilkan oleh Permigan Wonokromo,
Jawa timur, sebagai hasil pengolahan minyak bumi.
3)
Belerang , digunakan sebagai bahan obat patek
dan korek api. Tambang belerang terdapat di gunung Patuha ( Jawa Barat ) dan
Gunung Welirang ( Jawa Timur ).
4)
Tambang bijih besi terdapat di :
a)
Cilacap (pasir besi) : Jawa Tengah
b)
Cilegon : Banten
5)
Tambang emas dan perak di cikotok jawa barat
Adapun hasil bumi yang terdapat di Pulau Jawa yaitu :
a)
Di Jawa barat terdapat batu bara, belerang,
bijih besi, emas, perak, fosfat, mangan, tembaga, semen, dan teras.
b)
Di banten terdapat bijih besi dengan pengolahan
di cilegon.
c)
Di jawa tengah terdapat belerang, bijih besi,
fosfat, mangan, minyak bumi, pasir kuarsa, tembaga, teras, dan yodium.
d)
Di jawa timur terdapat yodium, semen, pasir
kuarsa, minyak bumi, marmer, garam, belerang, dan aspal.
e)
Di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat mangan,
granit, dan marmer.
B.
Sosiografis
Jumlah penduduk di Pulau Jawa, Menurut publikasi BPS pada
bulan Agustus 2010, jimlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus ini
adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.508 bejenis
kelamin laki-laki dan 118.048.783 berjenis perempuan. Jumlah tersebut terbesar
keseluruhan pulau indonesia, secara rinci prosentase penduduk indonesia yang
tinggal di pulau-pulau besar di Indonesia itu sebagai berikut : Pulau Jawa 58%,
Pualu Sumatra 21%, Pualu Sulawesi 7%, Pulau Kalimantan 6%, Bali dan Nusantara
6%, Papua dan Maluku 3%. Hasil sensus penduduk 2011 memperkirakan penduduk
Pulau Jawa dan Madura hampir 138 juta jiwa. Populasi itu setara dengan 58% dari
total penduduk Indonesia.
1.
Suku
Jawa
Suku Jawa
merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam jumlah maupun luas
penyebarannya. Mereka kerap menyebut dirinya sebagai Wong Jowo atau Tiang Jawi.
Orang Jawa telah menyebar hampir ke semua pulau besar di Indonesia sejak abad
ke-18. Selain menyebar di wilayah nusantara, suku Jawa pada saat itu juga sudah
dibawa ke Suriname (Amerika Selatan), ke Afrika Selatan, dan ke Haiti di Lautan
Teduh (Pasifik) oleh Belanda.
Menurut populasi
aslinya, suku Jawa menempati wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Namun di luar wilayah itu, sebagian provinsi Jawa Barat
juga banyak suku Jawa, seperti Cirebon, Indramayu, Jakarta, dan Banten. Di
wilayah Sumatra, suku Jawa paling banyak adalah di wilayah Lampung. Sisanya
menyebar ke seluruh pulau besar di Indonesia.
a. Pusat
konsentrasi budaya suku Jawa
Berdasarkan
pengaruh budaya sosial masyarakatnya, daerah-daerah yang menjadi konsentrasi
kebudayaan suku Jawa adalah daerah Banyumas, Kedu, Madiun, Malang, Kediri,
Yogyakarta, dan Surakarta. Yogyakarta dan Surakarta dianggap sebagai pusat
kebudayaan Jawa yang bercorak pada kebudayaan istana (kraton). Masyarakat di
sekitar pantai utara dan timur lebih dikenal sebagai orang Jawa Pesisiran.
b. Sistem
sosial masyarakat suku Jawa
Masyarakat Jawa
mengenal sistem lapisan masyarakat yang nyata perbedaannya. Yaitu antara lain:
1)
Bendoro atau Bendoro Raden, yaitu golongan
bangsawan keturunan raja-raja.
2)
Priyayi, yaitu para kaum terpelajar yang memang
biasanya berasal dari golongan bangsawan juga.
3)
Wong cilik, yaitu golongan sosial paling bawah,
seperti golongan petani di sekitar desa.
Pada
kenyataannya sekarang, perbedaan tersebut kian memudar seiring dengan peradaban
masyarakat yang semakin berkembang. Sistem kekerabatan masyarakat suku Jawa
menganut prinsip bilateral. Kerabat-kerabat dari pihak bapak atau ibu dipanggil
dengan sebutan yang sama. Misalnya Bibi untuk menyebut adik perempuan dari
bapak atau dari ibu. Untuk pasangan yang baru menikah, mereka tidak akan
mempersoalkan di rumah mana mereka akan menetap selagi belum mempunyai rumah
sendiri. Bisa di rumah orangtua istri atau orangtua suami.
c. Bahasa
suku Jawa
Masyarakat Jawa
dalam berkomunikasi satu sama lain sehari-hari menggunakan bahasa Jawa yang
bertingkat-tingkat. Penggunaan bahasa pada tingkat tertentu dipengaruhi juga
oleh orang Jawa dalam kelas tertentu.
Secara resmi,
bahasa Jawa dibedakan atas tiga tingkatan, antara lain sebagai berikut :
1)
Bahasa ngoko, yaitu bahasa yang dipakai untuk
orang yang sudah dikenal dekat dan akrab, atau dipakai untuk berbicara kepada
orang yang lebih muda.
2)
Bahasa karma ( Kromo ), yaitu bahasa yang
digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang tingkat
sosialnya lebih tinggi, seperti petani berbicara kepada golongan priyayi.
3)
Bahasa madya, yaitu bahasa variasi dari
penggunaan bahasa ngoko dan bahasa karma.
Di luar ketiga
bahasa tersebut, dikenal dengan bahasa kedaton, yaitu bahasa yang digunakan di
lingkungan keraton. Orang Jawa terkenal dengan stereotip sifatnya yang lemah
lembut, sopan, dan halus. Namun masyarakat Jawa tidak suka berterus terang,
tidak bersifat terbuka. Mereka lebih suka menyembunyikan perasaan mereka
terhadap suatu hal. Ini dikarenakan orang suku Jawa mengutamakan keharmonisan
dan tepa selira (tenggang rasa). Namun tidak semua orang suku Jawa suka
menyembunyikan perasaannya. Masyarakat di daerah pesisir lebih terbuka daripada
nonpesisir. Beberapa wilayah di Jawa Timur juga mempunyai sifat yang lebih
ekspresif, terus terang, dan egaliter.
2.
Suku
Sunda
a. Sejarah
Sunda sebagai
nama kerajaan kiranya baru muncul pada abad ke- 8 sebagai lanjutan atau penerus
kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaannya berada disekitar Bogor, sekarang.
Sejarah Sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta
(Batavia) masuk kekuasaan kompeni Belanda sejak (1610) dan dari arah pedalaman
sebelah timur masuk kekuasaan Mataram (sejak 1625).
b. Deskripsi
Lokasi
Secara Cultural
daerah Pasundan di daerah timur dibatasi oleh sungai-sungai Cilosari dan
Citanduy, yang merupakan perbatassan bahasa. Wilayah ini sendiri memiliki luas
55.390 km² serta terdiri atas 20 kabupaten. Tanah Pasundan ini dikenal karena
iklimnya yang sejuk dan keindahan panoramanya. Berada di daerah dataran tinggi
dengan curah hujan tinggi sehingga kesuburan tanahnya tidak diragukan lagi.
Pada tahu 1998, suku Sunda berjumlah kurang lebih 33 juta jiwa, kebanyakan dari
mereka hidup di Jawa Barat. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sundan di
Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedia. Beberapa koreksi ejaan dalam
komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese.
c. Dilihat
dari segi Bahasa
Bahasa Sunda
juga mengenal tingkatan dalam bahasa, yaitu unda-usuk bahasa untuk membedakan
golongan usia dan status sosial antara lain yaitu
1)
Bahasa Sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan
untuk berbicara dengan orangtua,orang yang dituakan atau disegani.
2)
Bahasa Sunda sedang yaitu digunakan antara orang
yang setaraf, baik usia maupun status sosialnya.
3)
Bahasa Sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan
kepada bawahan, atau kepada orang yang status sosialnya lebih rendah. Namun
demikian, di Serang, dan Cilegon, bahasa Banyumasan (bahasa Jawa tingkatan
kasar) digunakan oleh etnik pendatang dari Jawa.
d. Dilihat
dari segi Religi
Sebagain besar
masyarakat suku Sunda menganut agama Islam, namun ada pula yang beragama
kristen, Hindu, Budha, dll. Mereka itu tergolong pemeluk agama yang taat,
karena bagi mereka kewajiban beribadah adalah prioritas utama. Contohnya dalam
menjalankan ibadah puasa, sholat lima waktu, serta berhaji bagi yang mampu.
Mereka juga masih mempercayai adanya kekuatan gaib. Terdapat juga adanya
upacara-upacara yang berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup,
mendirikan rumah, menanam padi, dan lain-lainnya.
e. Dilihat
dari sisi Teknologi
Hasil-hasil
teknologi terkini sangat mudah didapatkan seperti alat-alat yang digunakan
untuk pertanian yang dasa jaman dulu masih menggunakan alat-alat tradisional,
kini sekarang telah berubah menggunakan alat-alat modern, seperti traktor dan
mesin penggiling padi. Disamping itu juga sudah terdapat alat-alat
telekomunikasi dan barang elektronik modern.
f.
Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda adalah
1)
Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa
sawit, karet, dan kina.
2)
Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan
sayur-sayuran.
3)
Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan
perikanan ikan payau.
Selain bertani,
berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai
pedagang, pengrajin, dan peternak.
g. Organisasi
Sosial
Sistem
kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral,
yaitu mengikuti garis keturunan kedua belah pihak orang tua. Pada saat menikah,
orang Sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal tidak
melanggar ketentuan agama. Setelah menikah, pengantin baru bisa tinggal
ditempat kediaman istri atau suami, tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal
ditempat baru atau neolokal.
h. Sistem
Pengetahuan
Fasilitas yang
cukup memadai dalam bidang pengetahuan maupun informasi memudahkan masyarakat
dalam memilih institusi pendidikan yang akan mereka masuki dalam berbagai
jenjang. Seperti pada permulaan masa kemerdekaa di Jawa Barat terdapat 358.000
murid sekolah dasar, kemudian pada tahun 1965 bertambah menjadi 2.306.164 murid
sekolah dasar. Jadi berarti mengalami kenaikan sebanyak 544%. Pada saat ini
pada era ke- 20 disetiap ibukota kabupaten telah tersedia
universitas-universitas, fakultas-fakultas, dan cabang-cabang universitas.
i.
Kesenian
Masyarakat Sunda
begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat berbagai jenis kesenian,
diantaranya seperti :
1)
Seni tari : tari topeng, tari merak, tari
sisingaan dan tari jaipong.
2)
Seni suara dan musik :
a)
Degung (semacam orkestra) : menggunakan gendang,
gong, saron, kecapi, dll.
b)
Salah satu lagu daerah Sunda antara lain yaitu
Bubuy bulan, Es lilin, Manuk dadali, Tokecang dan Warung pojok.
3)
Wayang golek.
4)
Senjata tradisional yaitu kujang.
3.
Suku
Tengger
a. Sejarah
Menurut mitos
atau legenda yang berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka berasal dari
keturunan Roro Anteng yang merupakan putri dari Raja Brawijaya dengan Joko
Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua
pasang suami istri itu yaitu, “Teng” dari Roro Anteng dan “Ger” dari Joko
Seger. Legenda tentang Roro Anteng dan Joko Seger yang berjanji pada Dewa untuk
menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma merupakan awal mula terjadinya
upacara Kasodo di Tengger. Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger
merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu hidup pada masa kejayaan
Majapahit.
b. Deskripsi
Lokasi
Suku bangsa
Tengger berdiam disekitar kawasan di pedalaman gunung Bromo yang terletak di
kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berdasarkan persebaran bahasa dan pola
kehidupan sosial masyarakat, daerah persebaran suku Tengger adalah disekitar
Probolinggo, Lumajang, (Ranupane kecamatan Senduro), Malang (desa Ngadas kecamatan
Poncokusumo), dan Pasuruan. Sementara pusat kebudayaan aslinya adalah di
sekitar pedalaman kaki gunung Bromo.
c. Unsur-unsur
Kebudayaan
1)
Bahasa
Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa pada umumnya.
Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa pada umumnya.
2)
Pengetahuan
Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai
terlihat dan maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun
menengah disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai
penggunaan mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.
3)
Teknologi
Dalam kehidupan suku Tengger, sudah mengalami
teknologi komunikasi yang dibawa oleh wisatawan-wisatawan domestik maupun
mancanegara sehingga cenderung menimbulkan perubahan kebudayaan. Suku Tengger
tidak seperti suku-suku lain karena masyarakat Tengger tidak memiliki istana,
pustaka, maupun kekayaan seni budaya tradisional. Tetapi suku Tengger sendiri
juga memiliki beberapa obyek penting yaitu lonceng perungggu dan sebuah padasan
di lereng bagian utara Tengger yang telah menjadi puing.
4)
Religi
Mayoritas masyarakat Tengger memeluk agama Hindu,
namun agama Hindu yang dianut berbeda dengan agama Hindu di Bali, yaitu Hindu
Dharma. Hindu yang berkembang di masyarakat Tengger adalah Hindu Mahayana.
Selain agama Hindu, agama laiin yang dipeluk adalah agama Islam, Protestan,
Kristen, dll.
5)
Organisasi Sosial Perkawinan
Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anak-anak
suku Tengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14 tahun.
Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak berkurang dan pola
perkawinannya endogami. Adat perkawinan yang diterapkan oleh siuku Tengger
tidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindak
sebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat menetap setelah
menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suami-istri bertempat tinggal di
lingkungan yang baru. Untuk sementara pasangan pengantin berdiam terlebih
dahulu dilingkungan kerabat istri.
6)
Sistem Kekerabatan
Seperti orang Jawa lainnya, orang Tengger menarik
garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yaitu garis keturunan pihak ayah
dan ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang terdiri
dari suami, istri, dan anak-anak
7)
Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat suku Tengger terdiri atas kelompok-kelompok
desa yang masing-masing kelompok tersebut dipimpin oleh tetua. Dan seluruh
perkampungan ini dipimpin oleh seorang kepala adat. Masyarakat suku Tengger
amat percaya dan menghormati dukun di wilayah mereka dibandingkan pejabat
administratif karena dukun sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat
Tengger.
8)
Mata Pencaharian
Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup
sebagai petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah
(ladang) mereka pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang,
kubis, wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalah makanan pokok suku Tengger.
Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu
wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan
kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.
9)
Kesenian
Tarian khas suku Tengger adalah tari sodoran yang
ditampilkan pada perayaan Karo dan Kasodo. Dari segi kebudayaan, masyarakat
Tengger banyak terpengaruh dengan budaya pertanian dan pegunungan yang kental
meskipun sebagian besar budaya mereka serupa dengan masyarakat Jawa umumnya,
namun ada pantangan untuk memainkan wayang kulit.
10)
Nilai-nilai Budaya
Orang Tengger sangat dihormati oleh masyarakat Tengger
karena mereka selalu hidup rukun, sederahana, dan jujur serta cinta damai.
Orang Tenggr suka bekerja keras, ramah, dan takut berbuat jahat seperti mencuri
karena mereka dibayangi adanya hukum karma apabila mencuri barang orang lain
maka akan datang balasan yaitu hartanya akan hilang lebih banyak lagi. Orang
Tengger dangat menghormati Dukun dan Tetua adat mereka.
4.
Suku
Osing
a. Letak
Geografis
Suku Using
terletak di Jawa Timur dan kurang lebih menempati separuh dari wilayah
Banyuwangi. Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur di
Indonesia. Kabupaten ini terletak di wilayah ujung paling timur Pulau Jawa.
Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Situbondo. Sebelah timur berbatasan
dengan selat Bali. Sebelah selatan berbatasan dengan samudra Hindia. Dan
sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Jember dan kabupaten Bondowoso.
Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan pelabuhan Gilimanuk di Bali.
b. Sejarah
Suku Osing
adalah penduduk asli dari Banyuwangi yang telah menjadi penduduk mayoritas.
Osing lahir akibat runtuhnya kerajaan Majapahit. Pada waktu itu orang-orang
Majapahit mengungsi kebeberapa tempat, yaitu lereng gunung Bromo (suku
Tengger), Blambangan (suku Osing) dan Bali, peristiwa ini terjadi sekitar tahun
1478 M. Kerajaan yang didirikan oleh masyarakat Osing adalah kerajaan terakhir
yang bercorak Hindu-Budha.
c. Sistem
Religi
Pada awal
terbentuknya masyarakat Osing, kepercayaan pertama suku Osing adalah ajaran
Hindu-Budha seperti halnya Majapahit. Seiring dengan berkembangnya kerajaan
Islam di Pantura menyebabkan agama Islam menyebar dengan cepat dikalangan suku
Osing, sehingga pada saat ini agama masyarakat Osing sebagian besar memeluk
agama Islam. Selain agama Islam, masyarakat suku Osing juga masih memegang
kepercayaan lain seperti Saptadharma yaitu kepercayaan yang kiblat sembayangnya
berada di timur seperti orang Cina, Pamu (Purwo Ayu Mandi Utomo) yaitu
kepercayaan yang masih bernafaskan Islam. Sistem religi yang ada di masyarakat
Osing ada yang mengandung unsur Animisme, Dinamisme, dan Monotheisme.
d. Bahasa
Bahasa asli suku
Osing merupakan turunan langsung dari bahasa Jawa kuno, namun dialek bahasa
Osing berbeda dengan bahasa Jawa. Bahasa Osing mengenal sisem ajaran yang khas
yaitu kata-kata yang didahului dengan konsonan (B, D, G) serta di beri sisipan
(Y), contohnya : abang menjadi abyang, abah menjadi abyah.
e. Mata
Pencaharian
Macam-macam mata
pencaharian masyarakat suku Osing yaitu dengan keadaan topografi daerah
Banyuwangi terutama desa Kemiren yang cukup tinggi maka macam-macam mata
pencaharian di masyarakat Kemiren adalah Pegawai Negeri, ABRI, Guru, Swasta,
Pedagang, Petani, Peternak, Pertukangan, Buruh Tani, Pensiunan, Nelayan,
Pemulung, Buruh Biasa, dan Buruh Jasa. Macam-macam jenis hasil mata
pencahariannya yaitu hasil pertanian yang terdiri dari atas padi, jagung,
ketela pohon, ketela rambat, kentang, tomat, bawang, kacang panjang, terong,
timun, dan lain-lain. Selain itu juga terdapat hasil perkebunan yang terdiri
atas kelapa, kopi, cengkeh, randu, mangga, durian, pisang, rambutan, pepaya,
apokat, jeruk, dan blimbing. Dan ada terdapat juga hasil perindustrian yang
terdiri atas tenunan, atau plismet, ukir-ukiran, dan kerajinan barang lainnya.
Dalam bermata pencaharian masyarakat suku Osing terdapat teknik-teknik dalam
bermata pencaharian yaitu cara kerja yang dilakukan masyarakat suku Osing yaitu
seperti dalam teknik pertanian yaitu membajak, dan pembasmian hama dan teknik
dalam home industri yaitu menenun, dan mengukir.
f.
Organisasi Sosial
Pola perkawinan.
Masyarakat suku Osing di Banyuwangi mempunyai tradisi perkawinan yang
terpengaruh gaya Jawa, Madura, Bali, bahkan pengaruh dari suku lain di luar
Jawa dalam hal gaun pengantinnya. Di lingkungan masyarakat suku Osing
Banyuwangi berlaku adat perkawinan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
(1) tahap perkenalan; (2) tahap meminang; (3) tahap peresmian perkawinan.
Selain dari tahap-tahap tersebut, masyarakat suku Osing Banyuwangi juga
mengenal adat perkawinan yang cukup menarik, yaitu Adu Tumper dan Perang
Bangkat.
g. Kesenian
Suku Osing
banyak memiliki kesenian yang unik dan sarat akan magis. Kesenian suku Osing
adalah kesenian yang memiliki keaneragaman corak budaya, sebab dalam
keseniannya suku Osing banyak dipengaruhi oleh Bali, akan tetapi corak
keseniannya juga dipengaruhi oleh Madura dan Eropa. Kesenian suku Osing
diantaranya adalah :
1)
Tarian yaitu tari gandrung door, tari jejer
dawuh, tari jejer gandrung, tari sumber wangi, tari padang wulan, tari jaran
goyang, tari kunthulan, tari barong, tari seblang, tari jengger, tari jaran
kecak.
2)
Lagu daerah yaitu padang wulan, jejer gandrung,
jaran ucul.
3)
Seni musik dan instrumen musik yaitu angklung
caruk, angklung paglak, karawitan, selentem, peking, gong, ketuk, kluncing,
biola, sason, saron, gamelan Osing.
h. Sistem
Pengetahuan dan Teknologi
Pengetahuan
tentang alam sekitar (dongeng, legenda mitos), pengetahuan tentang flora,
makanan khas, obat-obatan. Perlengkapan :
1)
Perlengkapan berlindung :
a)
Jenis rumah dan bentuk rumah : tikel balung,
baresan, serocokan.
b)
Bagian dan fungsi ruangan rumah : amperan,
bale,/jerungan, pawon.
2)
Perlengkapan alat mata pencaharian : teter,
singkal, patuk sangkan, boding, atau parang, kilung.
3)
Alat perlengkapan rumah tangga, Alat
perlengkapan dalam ritual keagamaan.
4)
Alat transportasi meliputi mobil pick up yang
digunakan untuk mengangkut barang-barang dan juga orang.
5)
Senjata : pedang, keris, cundrik, tolop, tolop
sengkop.
i.
Nilai Budaya
Nilai budaya
yang terdapat pada suku Osing adalah menjunjung tinggi kegotong royongan, kerja
bakti, arisan, silaturrahmi atau saling berkunjung dan sumbang menyumbang.
C.
Fenomena
Spesifik yang Terdapat di Pulau Jawa
·
Lumpur Lapindo
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau lebih dikenal
sebagai bencana Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di
lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo,
Kecamatan Porong,Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006.
Semburan lumpur panas selama beberapa tahun ini menyebabkan tergenangnya
kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di daerah sekitarnya, serta
memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli lumpur keluar disebabkan
karena adanya patahan, banyak tempat di sekitar Jawa Timur sampai ke Madura
seperti Gunung Anyar di Madura, "gunung" lumpur juga ada di Jawa
Tengah (Bleduk Kuwu). Fenomena ini sudah terjadi puluhan, bahkan ratusan tahun
yang lalu. Jumlah lumpur di Sidoarjo yang keluar dari perut bumi sekitar
100.000 meter kubik perhari, yang tidak mungkin keluar dari lubang hasil
"pemboran" selebar 30 cm.
No comments:
Post a Comment