Saturday, 23 February 2013

Belajar dan Pola Dasar Mengajar


1.    Belajar.


Belajar dan mengajar adalah dua proses yang mempunyai hubungan yang erat dalam dunia pengajaran. Belajar dalam arti luas yaitu suatu proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuandan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang teroganisir.

Proses dalam arti adanya interaksi antara si individu dengan sesuatu sikap, nilai atau kebiasaan, pengetahuan dan keterampilannya dalam hubungannya  dengan dunianya sehingga ia berubah.
Perubahan yang terjadi dapat berupa penambahan pengetahuan, penguasaan pengetahuan tersebut dan penggunaan atau pengaplikasian ilmu yang didapat. Dalam hal ini, seseorang akan sukar menerapkan ilmu yang didapatkannya untuk diaplikasikan bergantung kepada faktor memilih. Memilih melakukan atau tidak melakukan.

Untuk mempelajari perubahan jenis-jenis prilaku sesuai dengan tingkatannya tersebut terdapat beberapa aliran psikologi, antaranya teori behaviorisme atau koneksionisme dan teori organismik, gestalt, field atau teori kognitif.

Teori belajar behaviorisme atau keneksionisme yaitu suatu teori yang menafsirkan perilaku manusia sebagai hubungan antara perangsang (stimulus) dan jawaban (respons) atau hubungan R-S. Suatu tindakan yang dilakukan oleh siswa merupakan respons dari suatu perangsang yang diberikan melalui berbagai aspek pembelajaran, dapat berupa bahasa lisan, tulisan, gambar, dan alat peraga lainnya.


Salah satu contoh aplikasi teori ini yaitu teori pengajaran yang dipelajari oleh B.F. Skinner. Konsep ini menekankan kepada respon para siswa secara perorangan (individual learning).

Sedangkan kelompok yang beraliran organismik, gestalt, field atau kognitif mempunyai anggapan bahwa wawasan (insight), inteligensi dan kesanggupan bawaan atau potensi merupakan hal-hal sangat dasar atau penting dalam prilaku manusia. Titik persoalan pada penganut teori ini adalah bagaimana cara siswa belajar dan bukan pada apa yang harus dipelajari oleh siswa.

Dua pakar pendidikan yaitu Carpenter dan Edgar Dole mengemukakan betapa pentingnya alat peraga dalam proses belajar siswa. Mereka mengemukakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)      Pentingnya pembinaan motivasi kepada para siswa
2)      Konsep yang relevan dengan pribadi siswa
3)      Proses penyajian dan alat peraga terpilih
4)      Pengorganisasian yang baik. Dalam arti pelajaran disusun atau di organisir secara berarti dan sistematis bagi para siswa
5)      Memerlukan pertisipasi dan latihan
6)      Pengulangan dan variasi perangsang
7)      Pemecahan masalah (problem solving)

2.       Pola Dasar Mengajar

Terdapat beberapa pengertian tentang mengajar. Tergantung kepada orang-orang yang mengemukakannya.  Sebagai contoh : 1) Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan atau ilmu pengetahuan seorang guru kepada murid-murid, 2) Mengajar ialah menamkan sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dasar dari seseorang yang telah mengetahui dan menguasainya kepada seseorang, 3) Mengajar adalah mengomunikasikan sesuatu kepada seseorang supaya belajar berhasil.
Implikasi dari defenisi itu diantaranya meliputi:
1)      Mengajar dapat berupa petunjuk, nasihat, pemberitahuan, motivasi, tugas atau usaha tanpa paksaan,
2)      Mengkomunikasikan berarti membimbing anak, teman, orang dewasa maupun diri sendiri,
3)      Mengajar terjadi di sekolah maupun di luar sekolah,
4)      Belajar berhasil dalam arti suatu proses perubahan perilaku yang berprestasi maksimal dalam suasana yang baik. Prestasi itu dapat berupa penguasaan, penggunaan, penilaian tentang sikap dan nilai-nilai.
Mengajar perlu berteori, terdapat suatu pendirian bahwa mengajar itu  telah terdapat pada manusia sejak ia berbudaya sekalipun masih sangat primitif. Ini mempunyai implikasi bahwa pada dasarnya manusia itu terutama yang sempat berkomunikasi adalah pengajar yang mau tidak mau akan terkena oleh suatu teori maupun tidak, dengan menggunakan teori yang kompleks ataupun yang sangat sederhana. Banyak sekali teori mengajar sehingga dalam prakteknya terdapa perpaduan  teori-teori sehingga susah untuk menganut salah satu teori yang tunggal, lebih-lebih situasi pengajaran itu sifatnya situasional.
Prof. Dr. J. Noall mengemukakan bahwa siswa belajar lebih banyak pada suasana yang ribut dari pada suasana yang sepi. Dari percobaan yang dilakukannya di Detroit ditemukan implikasi bahwa suara gaduh yang diciptakan oleh guru telah mengurangi jumlah listrik statis di udara dan pengurangan itu mendorong sel-sel otak untuk bergiat atau dengan perkataan lain proses belajar lebih giat. Contoh sederhananya ketika ulangan, mula-mula siswa tampak tenang-tenang saja mengerjakan soal. Tetapi tatkala ada temannya yang mulai bangkit dari bangku, disusul dengan suara gaduh. Bagi siswa yang belum selesai tampak konsentrasi meningkat sehingga bila ada kawan yang bertanya kadang-kadang tidak terdengar, ia sungguh-sungguh mengerjakan soal.
Pola mengajar secara garis besar dikelompokkan menjadi 3 macam
a.       Pola Mengajar Tradisional (Pola Dasar Pokok)
Pada pola dasar ini tertera 4 komponen utama yaitu 1) IO (Intructional Objectives), 2) EB (Entering Behaviour), 3) IP (Intructional Prosedures), dan 4) PA (Performance Assesment). Awalnya keempat komponen tersebut digunakan bertahap sesuai dengan nomor urutnya. Tetapi pada perkembangannya terdapat feedback (umpan balik) dalam keempat komponen penilaian itu.

b.      Pola (Model) Dasar Psikologis

Model ini terdiri dari 3 bentuk yaitu:

1)      Model mengajar komputer

Dikemukakan oleh Lawren Stolurow dan Daniel Davis (1965). Pola dasar ini terdiri dari 2 bagian besar yaitu “preututorial phase” dan “tutorial phase”.
Fase pretutorial mempunyai tujuan supaya siswa dapat memilh program pengajaran untuk suatu tujuan intruksional tertentu.
Fase tutorial memiliki 2 tujuan tertentu, yaitu menempatkan program pengajaran yang telah dipilih kedalam suatu program penggunaan dan kedua memonitor perilaku yang baru berfaedah dan lebih tepat guna dari pada program pengajaran sebelumnya.

2)      Model Belajar Sekolah

Dikemukakan oleh John Carroll (1962, 1963, 1965) yang melukiskan komponen utama adalah waktu. Ia mengasumsikan bahwa untuk mencapai tujuan instruksional akan memerlukan waktu untuk mengerjakan tugas-tugas. Berikut gambaran model belajar sekolah menurut Carroll

a)      Keadaan siswa sebelum belajar
·         Kemampuan siswa
·         Ketabahan siswa
·         Kesanggupan menerima dan memperkaya

b)      Prosedur pengajaran
·         Kesempatan mempelajari
·         Kualitas pengajaran

3)      Pola Dasar Interaksi atau Model Interaksi Sosial

Dikemukakan oleh Ned Flenders. Disebut interaksi soSial dikarenakan adanya hubungan bergilir dalam pembicaraan antara guru dan siswa secara direncanakan. Secara gambaran proses ini dapat kita lihat sebagai berikut:


Guru berbicara
Pengaruh tidak langsung
Menerima perasaan atau suasana siwa
Mendorong siswa untuk siap belajar baik dengan lelucon lucu maupun dengan contoh
Pergunakan buah fikiran dan harapan siswa
Bertanya kepada siswa tentang prosedur atau isi yang diharapkan
Pengaruh langsung
Menyajikan pelajaran
Member pengarhan kepada siswa
Mengadakan kritik, saran dan bimbingan kepada siswa
Siswa berbicara

Respon siswa terhadap pelajaran yang dilakukan
Inisiatif siswa

Diam dan ragu

c.       Pola Dasar Historis

1)      Pola Socrates
Dikemukakan oleh James Jordan (1963) untuk menggambarkan tekhnik Socrates. Ia mulai dengan tuntutan langsung untuk suatu perumusan  yang terdiri dari beberapa konsep untuk kemudian dapat merumuskan salah satu yang paling dirasakan siswa lebih tepat untuk sesuai dengan pendiriannya. Langkah pertama ini untuk merumuskan tujuan instruksional. Langkah kedua, metode Socrates ini berbentuk dialektis juga induktif, yang dimulai perumusan untuk kemudian dianalisa.

Menurut H. Broudy dan J. Palmer (1965) cara Socrates ini merupakan psikoanalisa semacam “love theraphy”. Inilah yang ia namakan dengan pendidikan yang mengadakan pembinaan dengan penuh rasa saying, dan hormat kepada peserta didik.

Secara garis besar, pola Socrates ini tak jauh beda dengan pola tradisional yang diselenggarakan dalam bentuk dialog yang pada akhirnya diharapkan  supaya siswa dapat menemukan sendiri atau memecahkan persoalan sendiri.

2)      Pola Jesuit atau Model Muhanis Klasik

Broudy (1963) menggambarkan pola ini sebagai “Master method” yang menekankan kepada penguasaan mengorganisasi bahan pelajaran, metode lainnya sebagai suatu sistem yang diragam.

Sehubungan dengan pola ini, kurikulum merupakan standard. Seleksi bakat sangat dipentingkan terlepas apakah anak-anak itu beraal dari golongan kaya, miskin, dll. Pola ini sangat menekankan pula prosedur mangajar yang baik menggunakan penilaian yang cermat sehingga para siswa benar-benar memiliki kualitas tinggi.

3)      Pola Cermin atau Penyesuaian Hidup

Dicetuskan di Amerika tahun 1944 dengan maksud membantu mengembangkan kecakapan para pemuda dalam penyesuaiannya dengan kehidupan mereka terutama melatih ketrampilan untuk memperoleh pekerjaan dalam kehidupan social.

Pola ini sebenarnya bersifat filosofis dari pada pola mengajar. Hal ini tampak pada tujuan pendidikan yang sifatnya sangat umum misalnya sika[, nilai-nilai dan perasaan-perasaan pribadi. Hal ini mendekati belajar untuk kecakapan intelektual.

d.      Pola Dasar Umum






Daftar pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979, Alat Peraga dan Komunikasi Pendidikan, PT Bunda Karya : Jakarta.

No comments:

Post a Comment

Post Terbaru

Kumpulan Soal OSP Geografi

Semangat berprestasi menjadikan generasi muda Indonesia menjadi generasi yang memiliki daya saing. Untuk menularkan semangat tersebut, kali ...

Postingan Populer